Rabu, 14 Maret 2012
Berlangganan

Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru

Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru - Hallo sahabat Seputar Kesehatan - Healthy Blog, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Gawat Darurat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru
link : Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru

Baca juga


Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru

Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru.Melanjutkan postingan kemarin di Blog Keperawatan ini yaitu mengenal resusitasi jantung paru maka pada kali ini akan diposting mengenai penatalaksanaan resusitasi jantung paru.Semoga pengenalan akan penatalaksanaan RJP ini bisa menambah pengetahuan kita semua.

Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.Sehingga penatalaksanaan resusitasi jantung paru dilaksanakan sesegera dan sedepat mungkin diberikan.

Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.

penatalaksaan resusitasi jantung paru,RJP,Blog Keperawatan

1. Resusitasi DILAKUKAN pada :
  1. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
  2. Serangan Adams-Stokes
  3. Hipoksia akut
  4. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
  5. Sengatan listrik
  6. Refleks vagal
  7. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2. Resusitasi TIDAK DILAKUKAN pada :
  1. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
  2. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
  3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut :
1. Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.

Bila tindakan ini tidak menolong,maka rahang bawah ditarik ke depan.Caranya ialah :
  1. Tarik mandibula ke depan dengan ibu jari sambil,
  2. Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
  3. Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
  4. Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
2. Breathing ( Pernafasan )
Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil.

Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
  1. Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
  2. Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
  3. Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
  4. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.

3. Circulation ( Sirkulasi Buatan )
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.

Sebab-sebab henti jantung :
  • Afiksi dan hipoksi
  • Serangan jantung
  • Syok listrik
  • Obat-obatan
  • Reaksi sensitifitas
  • Kateterisasi jantung
  • Anestesi.
Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
  1. Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
  2. Korban tidak sadar
  3. Korban tampak seperti mati
  4. Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut arteri carotis.

Perabaan arteri carotis lebih dianjurkan karena :
  • Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
  • Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
  • Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC pada RJP tersebut adalah sebagai berikut :
  1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
  2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
  3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
  4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
  5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
  6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.
ABC pada RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil :
  • Korban menjadi sadar kembali
  • Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
  • Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).
Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu :
  1. Bantuan Hidup Dasar (BDH).
  2. Bantuan Hidup Lanjut (BHL).
  3. Bantuan Hidup Jangka Lama.
Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I.
Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
  • (A) Airway Control : penguasaan jalan nafas.
  • (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat.
  • (C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok.
Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari :
  • (D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.
  • (E) Electrocardioscopy (Cardiography).
  • (F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).
Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari :
  • (G) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan.
  • (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan
  • (I) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.
Demikian tadi sahabat sedikit mengenai penatalaksanaan resusitasi jantung paru dan semoga bermanfaat sahabat semuanya.



Demikianlah Artikel saya tentang :Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru

Sekianlah artikelnya Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya Jangan lupa Share yaaa.

Anda sekarang membaca artikel Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru dengan alamat link http://kianasehat.blogspot.com/2012/03/penatalaksanaan-resusitasi-jantung-paru.html